Seorang anak kecil berlari pontang-panting mendekati ibunya dan berkata, “Ibu, di balik pepohonan itu ada seorang anak yang mengejekku. Segala yang aku katakan, selalu ditirukannya. Kalau aku mengatakan ‘Hai’, dia juga mengatakan ‘Hai’. Waktu aku bertanya, ‘Siapa kamu?’, ia juga bertanya ‘Siapa kamu’. Aku memberanikan diri mendekati pepohonan itu, tapi tidak ada seorang pun di sana. Lalu aku bilang, ‘Keluar kamu kalau berani’, dia juga bilang ‘Keluar kamu kalau berani’. Aku penasaran bu, lalu aku berkata, ‘Awas, aku tonjok kamu’, dia juga balas berkata ‘Awas, aku tonjok kamu’. Ibu, aku takut.”
Si ibu menenangkan anaknya. Dipeluknya anaknya seraya berkata, “Nak, itu dinamakan gema, yang memantulkan suara. Dia akan memantulkan persis seperti yang kau katakan. Mari kita ke dekat pepohonan itu lagi, dan sekarang kau katakan ‘Aku mengasihimu’”. Si anak menurut. Dia mengatakan, ‘aku mengasihimu’, segera terdengar gema ‘aku mengasihimu’. Si anak tersenyum lebar.
Cerita ini mengajarkan kepada kita bahwa hidup itu ibarat gema, kita menerima apa yang kita perbuat. Jika kita berbuat kebaikan, kita akan menuai kemurahan dan sebaliknya barang siapa menabur kejahatan akan menuai kejahatan juga. Tuhan bersabda melalui Nabi Hosea, “Mereka menabur angin, maka mereka akan menuai puting beliung” (Hosea 8:7).
Barangkali ada yang bertanya-tanya, bukankah hidup ini tidak adil? Ada orang yang telah menabur kebaikan, tapi malah menuai masalah. Bagaimana pun juga tetaplah menabur kebaikan. Tetaplah yakin. Rasul Paulus menegaskan Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya (Galatia 6:7). Maka, janganlah bimbang atau ragu, tetaplah menabur kebaikan, kemurahan, kasih sayang. Percayalah suatu saat kita akan menuai apa yang telah kita tabur itu.—Liana Poedjihastuti
Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai. —Mazmur 126:5
0 komentar:
Posting Komentar